Gilang, Tuberkulosis, Keluarganya, dan Gerakan #Act4Gilang
Sabtu (12/3/2011) secara tidak sengaja saya mengisi akhir pekan bersama teman-teman Gema Damai. Bersama Adit dan Sofyan ditemani Pak Surya, saya pun mewakili tim Divisi Sosial Gema Damai untuk survey lokasi keadaan Gilang yang kami dapat informasinya dari http://siputihtua.blogspot.com/. Sore hari kami berangkat dari RDI (Rumah Damai Indonesia – Sekretariat Gema Damai) ke daerah Rengas Besar - Jati Padang. Di sebuah kontrakan sangat sederhana tinggalah Gilang dan keluarganya.
Gilang |
Gilang Langgeng Winardi (12), itulah nama Adik kita yang cukup tabah dengan sakitnya. Lahir dari ayah Yana, dan Ibu Suyanti sebagai anak kedua, dengan satu kakak Lintang (16), dan dua orang adik yakni Furqon (11) dan Zahra (4). Ibu Gilang yang baru saja keluar rumah bermaksud untuk mendatangi sebuah yayasan yang menawarkan bantuan biaya sekolah, segera kembali begitu mendengar kedatangan kami. Beliau menyampaikan bahwa dirinya sangat senang banyak yang perhatian pada keluarganya, termasuk dengan kedatangan kami.
Dan berikut penuturan sang Ibu:
Gilang mulai sakit sejak Agustus 2010. Awalnya hanya flek, begitu hasil diagnosa saat ia dibawa ke puskesmas. Ternyata sakit Gilang tambah parah, seharusnya kalau hanya flek bisa sembuh. Kenyataannya berat badan Gilang malah semakin turun. Setelah itu, sempat dirawat di RS Pasar Rebo dengan biaya umum (tidak menggunakan SKTM, dan sempat di rontgen. Sekali tebus obat untuk lima hari (setengah resep) dengan biaya sekitar Rp 235.000,-. Akhirnya karena orang tua Gilang tidak sanggup (membiayai), dokter pun merujuk kembali ke puskesmas (Kebagusan). Rawat jalan puskesmas sekitar lima bulan, lama-lama batuk Gilang bercampur darah. Sudah ditangani dokter spesialis anak, tetap tidak ada perubahan. Selanjutnya Gilang dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati (RSUP-F), setelah dua minggu ternyata diketahui Gilang terkena radang paru-paru (pneumonia). Pulang dari RS masih banyak keluhan, intensitas batuk semakin sering, muntah darah untuk pertama kalinya, dan suhu badan panas. Gilang pun dirawat di RSUP-F lagi selama satu minggu hingga akhirnya diketahui mengidap TB Paru (Tuberculosis). Setelah dinyatakan sehat Gilang pun pulang. Seminggu di rumah, keadaan Gilang kembali seperti semula (sekitar bulan November 2010). Dan pada bulan Januari 2011 Gilang dirawat di RSUP-F lagi selama tiga minggu dengan SKTM (keringanan biaya 50%). Ternyata saluran pernafasan Gilang bocor. Menurut pihak RSUP-F peralatan mereka tidak memadai dan akhirnya dirujuk ke RSCM. Tetapi orang tua Gilang bingung karena tidak ada biaya, ditambah kondisi Gilang yang tidak memungkinkan karena lokasi RSCM cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Karena tak ada pilihan, Gilang pun dibawa ke RSCM dan ditangani oleh dokter spesialis anak - dr. Wahyuni, dan dipegang oleh dr. Fahti. Setelah kontrol dua kali di RSCM ternyata Gilang harus menjalani operasi untuk mengangkat sakitnya. Setelah itu Gilang kontrol ke RSCM seminggu sekali. Operasi akan dilakukan untuk mengangkat paru-paru yang sudah rusak. Pra operasi Gilang harus melewati beberapa tahap pemeriksaan seperti oksigen (> 70), pemeriksaan jantung (bagus), pemeriksaan darah, rontgen sinus, rontgen dada (thorax), dan hasilnya paru-paru kanan sudah menciut dan yang kerja keras untuk hidup Gilang adalah paru-paru kiri. Yang akan diangkat hanya bagian yang rusak *ibarat koreng bila dibiarkan bisa menyebar*. Tapi tetap kendalanya adalah biaya. -- Kisah pilu lain: Setiap hari Gilang batuk mengeluarkan lendir/dahak yang ditampung dalam toples. Jika batuk darah bisa satu gelas darah sehari. Alat makan Gilang sudah dibedakan dengan anggota keluarganya. Dan Gilang minder bergaul dengan teman-temannya. SKTM yang diperjuangkan oleh orangtua Gilang hanya mengurangi biaya 50% saja, dan itupun mereka sudah tidak sanggup. Selama ini biaya pengobatan Gilang teratasi dengan bantuan-bantuan yang datang baik dari para tetangga, pemerintah setempat (sumbangan RT), ataupun pihak lain yang bersimpati pada keadaan Gilang. Ibu Gilang berusaha mengurus Jankesmas, namun setelah dari kader Puskesmas tahap selanjutnya harus ada keterangan dari RSCM. Sayangnya menurut pihak UPJ RSCM, disana tidak melayani Jankesmas dan tdk bisa memberikan apa yang diperlukan oleh Ibu Gilang (salah satu penanggungjawab yang diketahui bernama Bapak Mukhti).
Ibu Yanti (Ibunya Gilang) sampai menahan tangis saat bercerita. Awal kedatangan ke RSCM Ibu Yanti sempat dibujuk ke dokter lain, padahal dari RSUP-F sudah diingatkan agar langsung bertemu dokter rujukan dr. Wahyuni. Karena kegigihannya, Ibu Gilang langsung ditangani dokter tersebut. Apalagi kisahnya mengurus Jankesmas terakhir ini. Menurutnya, dokter-dokter RSCM baik, melayani tanpa perbedaan walaupun mereka pemegang SKTM. Tapi sikap-sikap orang administrasi sering menyakitkan. Bila bertanya dijawab dengan suara keras, disuruh baca aturan sendiri, dan sikap-sikap kurang bersahabat lainnya. Bukti betapa sayangnya Ibu pada anak, jika berangkat ke RSCM, Ia dan Gilang meninggalkan rumah pukul 5.15 pagi agar tidak mengantri busway. Dan karena kondisinya, seringkali Gilang (26,5kg) digendong Ibunya sampai RSCM. Saya sempat berbincang dengan seorang Ibu - tetangga tepat sebelah kontrakan keluarga Gilang, dan Lintang kakak dari Gilang.
Sedikit cerita tentang keluarga Gilang:
Lintang |
Gilang sendiri yang duduk kelas 6 SD sudah tidak sekolah karena sakitnya sejak beberapa bulan lalu. Cita-citanya ingin menjadi tentara. Sehari-hari, sejak tidak sekolah ia habiskan waktu untuk berobat dan bermain di rumah. Bahkan, menurut kakaknya kini Gilang minder untuk bermain dengan teman-temannya.
Furqon |
Zahra anak bungsu dari pasangan orang tua (yang biasa disapa) Yana-Yanti ini masih sangat cilik. Usianya empat tahun, dan adik kecil ini sudah bersekolah di play group dekat tempat tinggal mereka.
Ayah dan Ibu Gilang
Ibu Yanti, pernah bekerja di sebuah keluarga sebagai asisten rumah tangga pulang hari (katanya majikannya seorang direktur Bank). Namun cukup lama bekerja, Ia hanya diberi upah Rp. 200.000,- perbulan (saya cukup kaget). Sampai para tetangga pun mengusulkan agar Ia berhenti kerja dan fokus pada perawatan Gilang. Bapak Yana bekerja di sebuah pabrik keramik di Bekasi. Gajinya hanya Rp. 700.000,- perbulan dengan uang makan Rp. 15.000,- perhari. Penghasilan itu digunakan untuk menutupi uang kontrakan Rp. 500.000,- perbulan, uang sekolah anak-anaknya, juga kebutuhan sehari-hari. Bayangkan apakah ada uang cukup untuk pengobatan Gilang?
Jawabannya pasti TIDAK.
Yang bisa kita perbuat
Banyak hal dapat kita perbuat untuk meringankan beban keluarga Gilang. Untuk Gilang tentu berkenaan dengan bantuan pengobatan. Sambil menunggu untuk keperluan pra operasi, dana seberapapun besar atau kecilnya akan sangat berarti. Untuk saudara-saudara Gilang bisa dibantu keperluan sehari-hari, misalnya keperluan pangan. Dan kalau untuk sekolah, bisa bantu biaya Lintang sekolah atau ongkos/uang untuk keperluan sekolah Furqon dan Zahra.
#Act4Gilang
Gerakan Internal Gema Damai dengan nama #Act4Gilang tersentuh dan ingin mengambil tindakan kasih nyata untuk kisah ini. Di bawah Divisi Sosial Gema Damai dengan penanggung Jawab Indah Damayanti, dibantu oleh Aditya Prihambada, dan Mohamad Sofyan.
Senin (14/03/2011) selang dua hari dari kunjungan pertama kami, Ghea Putri ditemani Sofyan sudah menjemput dan mendampingi Ibu Yanti dan Gilang ke RSCM, dan memberikan sedikit donasi. Bantuan sedikit waktu kita dan kendaraan bisa meringankan beban Ibu Yanti dengan mengantarkan ke RSCM juga mendampingi langsung sehingga bisa berhadapan langsung jika ia dipersulit administrasi
Selain itu, dibantu oleh Ibu Wanda Hamidah dari Komisi E DRRD DKI beberapa teman kami turut membantu mengurus biaya gratis pengobatan Gilang. Diawali dengan sebuah Memo, yang dibawa ke RSCM dan didampingi langsung oleh Anissa Wardhani dari Sekeretariat Gema Damai juga Sofyan. Setelah pengurusan yang cukup rumit, dan beberapa pemeriksaan akhirnya kelanjutan dari pengobatan Gilang dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan.
Senin (21/03/2011) Anissa, Sofyan ditemani Awan kembali mendampingi ke RS Persahabatan. Gerakan #Act4Gilang juga dalam waktu satu minggu selain turut berdoa untuk Gilang, sambil menunggu kelanjutan pengobatan dan usaha mengurus pembebasan biaya pengobatan Gilang, bersama-sama mengumpulkan donasi.
Ada kabar baik, dan semoga dilanjutkan dengan kabar-kabar baik lainnya kami bagikan di RDI. Ayah Ibu Gilang, Gilang dan kerabat dekatnya kami undang datang. Diawali dengan obrolan ringan yang dibuka oleh Cyril Raoul Hakim (Chico), wakil Ketua Umum Gema Damai, dan Adhe Noor Ketua Bidang Sosial Gema Damai. Proses administrasi (21/03) untuk jaminan kesehatan Gilang sudah diproses di Bagian Yansos RS Persahabatan dilanjutkan dengan mendaftarakan di bagian administrasi (loket RS), dan pemeriksaan Gilang di Klinik Anak -yang dilanjutkan hari Rabu (23/03)-. Biaya pengobatan Gilang bebas biaya. Selain itu, hasil donasi dari teman-teman Gema Damai yang sudah terkumpul, diserahkan oleh Indah beserta Sertifikat Tanda Kasih.
Masih banyak “Gilang-Gilang” yang lain di sekitar kita, semoga berbagi kisah ini dapat menyentuh hati teman-teman untuk berbuat yang serupa bahkan yang lebih baik bagi “Gilang-Gilang” yang lain. Demikian saya sampaikan, semoga berkenan dan kita dapat bersama-sama membantu meringankan beban saudara kita dengan doa dan tindak nyata kita. Amin.
Proud of all Gema Damai Peace Troopers :)
ReplyDeletePertanggal hari ini (11/4), Gilang sudah dirawat di RS dan bebas biaya pengobatan sambil menunggu keputusan dokter untuk jadwal operasi.
ReplyDeleteTerima kasih buat teman2 GemaDamai yang turut membantu, juga Mba' Wanda hingga Gilang sbg bagian dr warga Jakarta yg tdk mampu bs merasakan pelayanan kesehatan http://plixi.com/p/91147615