Tipe Pasangan Impian


Pembicaraan dengan beberapa teman petang tadi menyisipkan diskusi tentang “kriteria tipe pacar impian”, dan, terjadilah penyebutan kriteria harapan dari masing-masing empat lawan bicara di depan gue.

Tiap-tiap orang tentunya mempunyai tipe-tipe pasangan berbeda dari sisi penampakan fisik. Wajar, karena mereka juga lahir dari rahim yang berbeda pada waktu yang berbeda dan besar di lingkungan yang berbeda, singkatnya saudara kembar sekalipun bisa memiliki tipe pasangan impian yang berbeda. Dan fortunately, gue menjadi satu-satunya orang dalam pembicaraan tersebut yang tidak memyebutkan kriteria apapun, dan ternyata memang tidak ada yang bertanya (padahal sambil mendengar gue sambil berpikir, “mau jawab apa ya?”).

Satu mahluk hawa lainnya selain gue saat itu menyimpulkan kalau dia percaya bahwa cowok pasti melihat cewek, pertama-tama melihat dari segi fisik, dan ini berlaku untuk penampakan visual saja, ada lo orang jatuh cinta hanya dari mendengar suara. Seperti yang lebih dari seminggu lalu pernah ada dalam pembicaraan dari kami juga, dia setuju dengan hal yang terekam pada scene “The Ugly Truth”. Tapi, tunggu!! Mungkin ada yang terlupakan pada akhirnya pria yang dipilih oleh si pemeran utama adalah bukan pria yang diimpikannya selama ini baik secara fisik, materi ataupun pekerjaan.

Dan, pengalaman gue (yang walaupun baru hidup seperempat abad lebih sedikit saja) telah menggelitik diri sendiri (baca:menyadarkan), bahwa ternyata kriteria-kriteria itu hanya berlaku untuk orang yang masih mencari atau belum menemukan atau kalau mau sedikit lebai, dalam kata lain “berangan-angan”. Wajar saja, manusia harus punya angan.

Angan tidak selalu yang terbaik dan menjadi pilihan terakhir, cinta itu buta, bukan hanya buta karena seringkali cinta membuat kita mau melakukan apa saja demi orang yang dicintai, namun juga cinta itu mampu menutup mata kita untuk melihat indahnya pasangan kita dalam porsi tipe impian.

Pada akhirnya jatuh cinta itu mengalir begitu saja. Dalam "hemat saya", jatuh cinta adalah suatu proses yang akan membawa nurani dan sukma (baca: hati dan jiwa) pada “kenyamanan” yang sesungguhnya. Dan, jawaban dari semua itu adalah inner beauty , yang bisa mencampakan semua outer side yang tampak dengan mata jasmani seseorang, seindah apapun itu. Inner beauty bukan berarti hati seorang putri yang suka menolong dan tidak sombong, tetapi “kecantikan” yang mampu membuat hati yang menilainya bahwa itu “indah”.

Bingung? Emm.. baik, contoh sederhana dari kasus pribadi. Tidak ada satu mantan pacar impian the teenager Lia beberapa tahun silam. “Apa pernah gue berpacaran dengan cowok yang punya skill bermusik yang hebat, setidaknya jago main gitar? Apa ada mantan pacar gue yang merupakan cowok paling smart atau disegani di angkatannya? Apa ada mantan pacar gue yang tidak merokok? Apa ada mantan pacar gue yang mengerti hobi jalan-jalan gue dan mau menemani dan membawa gue ke “tempat-tempat impian”?”. Jawaban dari semua itu adalah TIDAK atau tidak pernah dan tidak ada. Lalu, kenapa si Lia saat itu mau berpacaran dengan cowok-cowok tersebut? Jawabannya “perasaan” (baca: kenyamanan). Ada inner beauty dalam diri cowok-cowok itu yang menjadi magnet yang menarik mata hati ini. Kenyamanan yang dilihat oleh mata hatilah yang akhirnya menjadi decision maker, bukan mata jasmani yang dibelenggu ego diri.

Contoh lain, A dan N yang akhirnya menjadi pasangan suami istri dan tampak harmonis-harmonis saja meskipun menikah di usia muda. Pada awal kedekatan, mereka saling memungkiri dan mengatakan bahwa masing-masing bukanlah tipe pasangan yang mereka harapkan. A tidak suka cewek yang seumuran, N tidak suka cowok bule tapi kalau kata orang sih "namanya jodoh”. Sebenarnya, tanpa disadari dari kedekatan ada “inner beauty” dari masing-masing pihak yang akhirnya membuat nyaman satu dan yang lainnya.

Bukan berarti harus berhenti berangan-angan atau bermimpi. Bangun dan railah mimpi itu! Namun, ketika yang dicapai bukan seperti mimpi belum tentu itu buruk. Misalnya saja, seorang pria sebut saja Mr.X yang bermimpi membangun keluarga pada sebuah rumah mewah dengan halaman luas dan kolam renang di daerah elit Jakarta, tapi ternyata tidak mempunyai kemampuan materi untuk itu, dan akhirnya (mungkin sedikit terpaksa) jatuh cinta pada sebuah rumah tipe 36 di kota mandiri tepi Jakarta yang justru membuat keluarganya lebih harmonis. Menikmati kebersamaan saat macetnya jalan tol saat pulang kerja bersama istri, menikmati mengajari anak pertama naik sepeda di kompleks perumahan, mengantar anak-anak berenang ke water park terdekat, dapat mendengarkan istri yang mengajar anaknya di kamar saat membaca kembali dokumen pekerjaan yang dibawa pulang ke rumah, dan hal-hal indah lain yang tidak didapat jika ia tinggal di rumah mewah di tengah kota Jakarta. Itulah “jodoh”nya, ternyata ada inner beauty di dalam rumah yang tadinya bukan impian.

Sedikit curcol, ini tentang seorang cowok yang pernah dekat dengan gue beberapa waktu lalu dengan komentar-komentarnya tentang penampilan luar gue. Dia bilang tidak suka saat tiba-tiba gue merubah model rambut, dia mengomentari kuteks hitam pada kuku-kuku gue, dia bilang kalau di foto gue kelihatan kurus (uhuk, maaf, maksudnya kenyataannya gendut?), dan yang paling menyebalkan ketika dia mencoba membandingkan gue dengan orang lain. Ow..ow.. “HELLO!!! Who do you think you are? Gue dengan apa yang gue suka dan nyaman buat gue, kalau enggak suka bukan berarti gue harus merubahnya demi lo”, dan itulah kata hati gue. Tapi, karena sifat-sifat gue yang (mungkin) menyamankan dia, akhirnya dia yang mendekati gue terus. Tapi, “Maaf, ups.. I don’t like you anymore”, itu bahasa lain gue yang akhirnya jaga jarak dengan dia.

Bait terakhir, seperti itulah kira-kira akhir cerita tentang soulmate. Ketika kita mensyukuri yang kita pilih dan Tuhan berikan, akan jauh, jauh, jauh lebih baik dari yang kita impikan.

Comments

  1. setengah abad? (paragraf 4) umur lo 50 tahun ya? hehehe, ampun ya, becandaaa

    ReplyDelete
  2. Wowwww... Kata KUNCI dalam tulisan ini sepertinya adalah "KENYAMANAN" .... dan memang kalo kita mo menyadari, sehebat apapun impian pasangan kita, kalo kita merasa tidak nyaman dalam menjalaninya tentunya gak akan Nikmat atau gak akan bahagia ... memang sih kategori FISIK memang selalu yg pertama buat kita dalam menentukan pilihan, tetapi pada akhirnya semua berujung pada satu kata, yaitu "KENYAMANAN" ... nahhh silahkan deh pilih2 mana yg lebih nyaman yah itu aja yg di ajak Bercinta hihihihi

    ReplyDelete
  3. Ini salah satu bentuk kenarsisan dalam sebuah tulisan yang sangat sempurna.Kalau pembaca tidak hati-hati membacanya, kita bisa terhipnotis seolah-olah sang penulis itu dalam memilih pasangan rasa nyamannya ditentukan oleh inner beauty dari yang ditaksir.Bokis abis.Setau aq mantan2nya Penulis ganteng2 tuh.Smart juga :) Penulisan Logika melompat pada tulisan ini:

    Bingung? Emm.. baik, contoh sederhana dari kasus pribadi. Tidak ada satu mantan pacar impian the teenager LIA beberapa tahun silam. “Apa pernah gue berpacaran dengan cowok yang punya skill bermusik yang hebat, setidaknya jago main gitar? Apa ada mantan pacar gue yang merupakan cowok paling smart atau disegani di angkatannya? Apa ada mantan pacar gue yang tidak merokok? Apa ada mantan pacar gue yang mengerti hobi jalan-jalan gue dan mau menemani dan membawa gue ke “tempat-tempat impian”?”. Jawaban dari semua itu adalah TIDAK atau tidak pernah dan tidak ada. Tapi kenapa LIA saat itu mau berpacaran dengan cowok-cowok tersebut? Jawabannya “perasaan” *kenyamanan*. Ada inner beauty dalam diri cowok-cowok itu yang menjadi magnet yang menarik mata hati ini. Kenyamanan yang dilihat oleh mata hatilah yang akhirnya menjadi Decision Maker bukanmatajasmani yang dibelenggo oleh ego

    Sebenarnya bagian yang kalau dilihat secara baik-baik menggunakan argumentasi seolah-olah semua cowo yang jadi pacarnya penulis diluar standart yang diharapkan untuk jadi pacar. Padahal sejak awal tulisan sang penulis gak pernah menyebutkan standart apa yang jadi angan2 dia tentang seorang pasangan. Jadi gak ada alat ujinya kan? Hati-hati dengan bulus pertama hehhe


    Bulus kedua yaitu dalam kalimat ini:
    Sedikit curcol, seorang cowok yang pernah dekat dengan gue beberapa waktu lalu degan komentar-komentarnya tentang penampilan luar gue. Dia bilang tidak suka saat tiba-tiba gue merubah model rambut, dia bilang gue gak bagus dengan kuteks hitam di kuku, dia bilang kalau di foto gue kelihatan kurus (mungkin gak berani kalau bilang gue gemuk hehehe..) dan yang menyebalkan ketika dia membandingkan gue dengan orang lain. Oeh..owh.. owww.. “HELLO!!! Who do you think you are? Gue dengan apa yang gue suka dan nyaman buat gue, kalau gak suka bukan berarti gue harus merubahnya demi elo”, dan itulah kata hati gue. Tapi, karena sifat-sifat gue yang (mungkin) menyamankan dia, akhirnya dia yang mendekati gue terus… Tapi, “MAAF ups.. I don’t like you anymore”, itu bahasa lain gue yang akhirnya jaga jarak dengan dia.

    Nah ini kalimat kok jadi ngomongin orang lain yagh? Padahal ngebahas tentang soulmate dalam pikiran penulis, tp kok seolah-olah nunjukin kalau seorang cowo yang liat tampak luarnya Lia pasti bisa ditendang oleh Lia dengan mudah.See, bukannya menjabarkan mengenai apa yang ada dipikiran Penulis tentang cowo standartnya. Tetapi malah menunjukkan apa sih yang ada dipikiran Penulis tentang apa yang harus dilihat cowo yang naksir sama penulis adalah iner beautynya bukan tampak luarnya. Kalau liat tampak luar doank, Penulis dapat dengan mudah mengatakan Good Bye? hhehe..Jadi kalau mau naksir penulis, jangan liat tampak luarnya otreh? Kalau penulis liat tampak luarnya gak masalah, toh penentunya disini penulis. Ya ga? :p

    Ini ngebahas soulmate yg gimana yah?

    Soulmate sejati adalah menerima seseorang apapun keadaannya. Bagaimanapun kondisi pasangannya dia tidak akan kehilangan rasa nyaman itu. Karena rasa nyaman dia yang ssungguhnya adalah bisa berbagi suka dan duka dengan pasangan yang dia cintai. Cinta yang masih menetapkan sebuah syarat-syarat meskipun itu cuma tersirat itu perlu diuji apakah hubungan yang dibangun berdasarkan syarat itu bisa menentukan seseorang itu soulmate atau tidak...

    Semuanya itu memang harus diuji oleh waktu dan peristiwa-peristiwa. Tanpa ujian, cinta itu ibarat telor yang menetas dipaksaan. Saat makhluk hidup itu keluar dari cangkang itu hidupnya tidak akan lama. Sebab dia tidak melewati ujian waktu untuk menerobos keluar dari cangkang kulit telor tersebut...

    ReplyDelete
  4. @Larryvo: thanks utk koreksinya, lgsg gw perbaiki saat itu jg
    @Leo: oke Bang, akan kupilih yg "nyaman" hehehe..
    @Jurnal Refleksi: yayaya... buka kartu terussssss...

    ReplyDelete
  5. wew.. udah nga perlu ditambahin kayaknya. udah komplit sekomplit2nya!! hehehe... final words what seen fr the outer side is important but more important is what reflected from inside.

    ReplyDelete
  6. Cinta itu datang dari hati mba...
    N yg namanya cinta itu pasti suci..
    Untuk kenyamanan memeng itu menjadi faktor yg sangat penting..
    Tp klo mnrut saya jika kita sudah Cinta, kita yg harus membuat kenyamanan itu..hehehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts